Blog Post

Minggu, 25 Januari 2015

SEMUA TINGGAL KENANGAN

SEMUA TINGGAL KENANGAN


Aku tidak pernah menginginkan semuanya terjadi seperti ini. Walau terkadang kau buatku menangis dan jengkel. Ternyata yang terjadi hanya kepalsuan yang kau berikan padaku. Dan sekarang kau tinggalkan aku, dan meninggalkan sejuta luka dan perih yang sangat mendalam di hatiku. Tapi, apalah dayaku. Semuanya sudah ditakdirkan oleh Sang Maha Pencipta.

Kisah ini berawal saat aku duduk di kelas IX SMP. Mungkin masih dini aku mengenal cinta. Tapi, inilah kenyataannya. Awalnya aku kenal dia saat aku berada di rumah temanku. Pada waktu itu, aku dan dia hanya berteman. Tapi, seiring berjalannya waktu, hubungan kami pun semakin akrab. Jujur saja, aku ingin mengenalnya lebih jauh lagi.

Sudah 1 bulan hari-hari kulewati bersama Amat. Namun sepertinya aku mulai ada rasa padanya.
“entah rasa pedas, asin, pahit, atau manis. Tapi, apapun yang aku lakukan, aku selalu mengingatnya. Oh Tuhan, apakah ini yang dinamakan CINTA?” gumamku. Sepertinya aku mulai menyukai Amat, dan aku pun mulai menyayanginya. Tapi, apakah Amat bisa mengerti perasaanku padanya? Ingin rasanya aku mengungkapkan rasa ini. Namun, aku malu karena aku gengsi. Yang bisa kulakukan hanyalah mengunggu dan selalu berdo’a. siapa tahu, suatu saat nanti, Amat juga memiliki perasaan sama seperti yang aku rasakan.

Malam hari, ketika aku sedang duduk santai di kamar sambil memikirkannya, tiba-tiba ponselku berbunyi. Tanda pesan masuk, dan ternyata itu dari Amat. Segera aku membaca pesan darinya.
Amat: “hai Sit, aku boleh nanya nggak?”
Siti: “hai juga, boleh ko, emangnya mau tanya pa?”
Amat: “tapi kamu jawab yang jujur yaah? Kamu sebenarnya udah punya cwo belom?”
Siti: “enggak salah tuh nanyanya? Aku belum punya cwo koq, emangnya ada pa yah jadi nanya gitu?”
Amat: “sama donk, kamu mau nggak jadi cwe aku?”
Siti: “nggak salah tuch kamu ngomong gitu, jangan bercanda ach Mat!”
Amat: “aku serius Sit, jujur dengan seiringnya waktu berlalu aku mulai sayang ma suka sama kamu, apakah kamu memiliki perasaan yang sama senganku Sit?”
Siti: “gimana yah, aku harus jawab gimana?”
Amat: “jawab jujur aja koq!”
Siti: “aku sebenarnya sudah lama sayang ma kamu Mat, tapi aku malu tuk bilang ma kamu karena aku gengsi”
Amat: “jadi, sekarang kita jadian, tanggal 18, bulan September 2011”
Senangnya aku malam ini, tak sia-sia penantianku selama ini. Waktu kian berlalu. Aku semakin sayang sama Amat. Aku merasakan kenyamanan saat aku berada didekatnya. Setiap malam setelah aku belajar, aku tak lupa mengirim SMS padanya. Dan saat mau tidur pun, Amat tak lupa mengucapkan kata “I love you Cimut” padaku. Dan aku langsung membalasnya “I Love You too ayank, I will Love You Always”. Karena sebutan Cimut ialah panggilan sayang dia kepadaku.

Pada bulan Januari-April 2012, dia magang di kota Martapura yang terkenal dengan julukan Kota Intannya. Aku tak pernah curiga dengannya, meski kini aku tak pernah berjumpa dengannya, karena jaraknya jauh. Namun siapa yang tahu? Diam-diam ternyata dia di sana mulai menyukai seorang cewek yang memang dari dulu dia suka. Pada malam rabu 28 Maret 2012, poselku berbunyi. Ternyata dari Amat. Langsung kubaca pesannya.
Amat: “Cimut, age pa nih, Cimut udc maem pa blom? Tapi Cimut jangan lupa shalat ya Cimut?”
Siti: “Cimut abiz shalat isya koq ayank, Cimut dc maem koq, iy Cimut ga lupa Skalat koq ayank, ayank ge pa?”
Amat: “ayank ge bingung Cimut, enggak tau kenapa ayank jadi bingung, tapi yang jelas Cimut jangan marah ya kalo ayank mau jujur ma Cimut?”
Siti: “ya Cimut berusaha nggak marah walau kata-kata yg ayank buat Cimut nangis, ayank mau jujur tentang pa?”
Amat: “sebenarnya Cimut, ayank disini mulai suka ma cwe lain. Ayank juga bingung kenapa rasa seperti ini harus ada, sedangkan ayank sudah punya cwe yg selalu buat ayank tersenyum, Cimut bolehkan ayank punya pacar selain Cimut?”
Siti: “apa ayank?! Apakah Cimut disini kurang perhatian jadi ayank bisa suka ma cwe laen?”
Aku berhenti mengetik keypad ponselku. Dengan perlahan-lahan kumenghela nafas panjang dan air mataku mulai membasahi pipiku. Aku pun melanjutkannya lagi.
“ayank, jika ayank ingin punya kekasih lain selain Cimut, boleh saja. Asalkan kita putus sekarang juga. Karena aku tak ingin seseorang yank ku sayangi mencintai orang lain. Sedangkan aku di sini selalu menunggunya tuk kembali!”
Amat: “maafkan ayank Cimut, ayank enggak bisa mutusin Cimut karena ayank bener-bener sayang sama Cimut. Tapi disisi lain, ayank pun ingin cwe itu jadi milik ayank Cimut.”
Siti: “sudahlah ayank, jika ayank menginginkan dia, oke dengan berat hati Cimut harus pergi meski sulit melupakan seseorang yang kita sayang.”
Amat: “ayank enggak rela liat Cimut dengan orang lain”
Siti: “ayank, meski berat tapi aku nggak ada pilihan lain, makasih semuanya ayank”

Kini, aku terpuruk lemah oleh kenyataan yang kini seakan menyakitiku. Aku tak mengaktifkan ponselku selama satu minggu karena aku ingin melupakannya. Hari-hari berlalu. Aku tak tahu apa yang sedang kupikirkan. Tak beberapa lama, pintu rumahku ada yang mengetuk. Namun, sepertinya kusangat mengenal suara itu.
“Assalamu’alaikum. Siti? Siti?” kata Amat sedikit nyaring di balik pintu.
Aku pun membukakan pintu. “wa’alaikumussalam. Eh, kamu Mat. Ada apa ya datang kesini? Ada keperluan apa ya?” aku sangat bingung kenapa dia datang kemari.
“enggak. Enggak ada apa-apa kok. cuman pengen maen ke rumah kamu aja. Boleh aku masuk rumahmu, Sit?” tanya Amat.
Aku pun mempersilakan dia masuk. “boleh kok. silakan masuk, Mat.”
“Sit, kedatanganku kesini enggak sekedar maen doang kok. ada maksud lain. Aku ingin mengulangi masa-masa bahagiaku saat bersamamu, Sit. Jujur, aku sulit melupakanmu.” Ujar Amat.
“aku enggak salah denger nih? Bukannya dulu alasan kamu mau ngajak putus karena ada cewek yang kamu suka. Kenapa sekarang ngomong ingin balikan lagi? Jangan bercanda ah, Mat!” ucapku.
“iya, aku minta maaf. Rasanya berbeda dekarang, Sit. Apa kamu mau balikan lagi sama aku?” jelas Amat.
“aduh, gimana ya, Mat? Bukannya aku nggak mau, karena saat kamu bilang begitu, sangat-sangat sakit rasanya, Mat”
“yah, nggak papa kok, Sit. Kalo kamu nggak mau, aku paham kok rasanya. Eh, kayaknya aku harus pulang nih, karena besok aku masih magang.” Jelas Amat lagi.
“yah, nggak papa kok, makasih sudah mau maen ke rumah aku. Hati-hati di jalan ya?” kataku.

Aku bingung harus jawab apa. Meski aku masih sayang, tapi dia seenaknya bilang begitu padaku.ya, aku berfikir apa salahnya jika memberi harapan yang kedua kalinya. Malamnya, aku langsung SMS dia.
Siti: “malem, maaf neh ganggu waktu kamu bilang soal yang tadi sore, pa kamu serius bilang gitu?”
Amat: “iya. Aku serius koq. Kenapa salahkan aku ngomong gitu?”
Siti: “enggak koq. Ya, gimana ya, aku bingung. Apa aku harus beri kesempatan kamu lagi? Tapi rasa ini nggak bisa bohong, aku masih sayang kamu. Apa salahnya jika mengulang semuanya dari awal lagi.”
Amat: “makasih ya kesempatannya. Aku berusaha tuk SETIA ma Cimut dech. Dach larut malam, waktunya Cimut bobo yah? Besok kan Cimut harus school”
Siti: “oke dech ayank”

Malam itu rasanya kebahagiaan yang lama hilang kini kembali lagi. Tapi, aku berharap aku takkan kehilangannya. Namun, apakah ini hanya sekedar sandiwara cinta belaka padaku? Setahun berlalu bersamanya. Saat aku masuk ke sekolah SMA, awalnya belum terasa perubahan darinya. Hingga kusadari dia berubah. Dan 1 bulan 2 hari setelah ulang tahunku kemarin 2013, dirinya tidak ada kabar. Entah kemana dia. Aku benar-benar risau, hingga ku tak bisa memejamkan mata ini, karena kutakut kehilangannya lagi. Hingga kenyataan yang harus menjawab risauku. Malam yang dingin seakan menampakkan perasaan hatiku yang mulai pudar, rasa sayang karena dia hilang tanpa kabar. Hingga suatu hari bunyi ponselku ternyata ada number baru yang memanggil. Aku bingung akhirnya aku angkat, dan terdengar suara dirinya.
“sayangku yang tercinta, maafkanlah aku sudah lama tak memberimu kabar. Sepertinya hubungan kita harus putus. Cukup sampe disini kisah kita. Kuharap, kau bahagia dengan lain.” Belum kumenjawab, ternyata sudah terputus.
Saat kumendengar kata-katanya bagiku seperti pisau yang sudah menyayat hatiku. Oh Tuhan, sebesar inikah dosaku hingga orang yang kusayang haru pergi lagi? Kini hanya tinggal kenangan manis saat bersamamu.

Malam ini begitu kelam. Terlalu pekat seperti hatiku yang sedang kelabu. Kesedihan yang tak kunjung usai selalu menyelimuti. Teringat akan kenangan yang dulu pernah buatku bahagia. Tapi kini semua tinggal kenangan. Tak ada lagi canda tawa. Sekarang ku hanya sendiri melewati hari-hari tanpamu. Terbiasa bersama untuk melewati hari dengan segala keadaan. Adakah kau merasakan perasaan yang sama dengan perasaanku saat ini, Mat? Namun kuyakini bahwa kamu adalah memori tak terlupakan. Terima kasih cinta dan sayang yang pernah kau titipkan padaku. Biarlah akan tetap kujaga di sepanjang sisa hayatku.
Namun, aku sadar. Kini, ternyata saat kusedih, masih ada keluargaku yang selalu menyayangiku. Kini ku akan melupakanmu karena kau dan aku hanya tinggal kenangan. Dan aku berusaha menjadi yang terbaik dan aku yakin bahwa aku bisa meraih cita-citaku meski masa lalu yang pernah membuat semangat hidupku redup. Aku tanpamu, aku yakin aku bisa.


........ THE END ........

Aku Rela Terluka, Asalkan Dia Bahagia


Ardi adalah sahabat baik Ria. Tapi sesungguhnya Ardi sangat mencintai Ria. Ardi ingin mengungkapkan perasaan itu tapi dia selalu mengurungkan niatnya,dia tidak ingin merusak persahabatanya dengan Ria hanya karena masalah ini.

Ardi selalu bangun pagi-pagi, lalu dia selalu menelefon Ria untuk membangunkannya. Ini di lakukan Ardi setiap pagi. Dan Ria mengangkatnya dengan masih menahan kantuk. Ria adalah cewek manis,tinggi dan suka banget shopping.Dia juga cewek yang baik, temen-temennya suka banget berteman sama Ria.
“Hallo...” Sapa Ria di seberang dengan masih menahan kantuk.
“Hoee..ayo bangun udah pagi ni.” Teriak Ardi di telefon.
“Wah biasa aja donk teriaknya, kuping gue budek nich.” Jawab Ria kaget.
“Makannya cepetan bangun sana terus mandi..udah siang nich!” Tambah Ardi
“Iya,iya...bawel banget sih..” Jawab Ria.

Aku Rela Terluka, Asalkan Dia Bahagia
Walaupun Ria masih mengantuk akhirnya dia bangun juga.Ria langsung menuju kamar mandi, setelah dia mandi dan sudah berpakaian dia turun dari kamarnya menuju dapur, dia kelaparan.
“Bik nggak ada makanan?” Tanya Ria kepada pembantu kesayangannya Bik Minah.
“Ada non,non tunggu aja di meja makan, sebentar lagi siap non.” Jawab Bik Minah.

Setelah menunggu beberapa saat,akhirnya makanan Ria datang juga.
“Ini non makanannya,makan yang banyak ya? Biar gemuk? Hehe.” Canda Bik Minah.
“Bibik bisa aja,nanti kalau aku gemuk,jadi nggak cantik lagi donk hehehe.” Jawab Ria dengan tersenyum.
Selesai makan Ria menuju kamarnya,dia bingung mau ngapain hari libur gini. Ria memutar musik supaya pikirannya tidak jenuh,tapi dia masih aja jenuh. Lalu dia kepikiran buat ngajak teman-temannya untuk pergi ke mall,buat sekedar makan,supaya dia nggak jenuh. Ria langsung mengambil Hpnya yang ada di atas meja dan langsung menelepon Ardi,Syifa, Clara dan Aji.

Setengah jam kemudian Ria sampai di Mall naik mobilnya yang baru di belikan ayahnya. Teman-temannya sudah sampai duluan dan menunggu Ria. Ria bergegas masuk ke dalam Mall, Ria clingukan mencari temanya, karena sibuk mencari teman-temannya,Ria tidak melihat kalau di depannya ada seorang cowok yang membawa minuman. Bruckkkk..........................
“Aduh mbak maaf, saya tidak melihat ada mbak di situ..maaf ya mbak? Kata cowok itu dengan rasa bersalah.
“Hemzz...nggak apa-apa maz,saya yang salah karena sibuk mencari teman saya,sampai saya nggak tau kalau ada mas di depan saya, maaf mas.”Jawab Ria sambil sibuk membersihkan bajunya yang terkena tumpahan minuman yang di bawa cowok tadi.
“Bukan mbak yang salah tapi saya,Saya benar-benar minta maaf mbak, sini mbak saya bersihkan.” Kata cowok itu lagi.
“Enggak mas terima kasih,nggak apa-apa saya yang salah.” Kali ini Ria menatap cowok yang di tabraknya.Dan... Degg.....“Gila ganteng banget ni cowok makan apaan sih kok bisa ganteng gini?” pikir Ria dalam hati. “Hemzz saya ganti ya mas minumannya?” Tambah Ria.
“Hemzz...nggak apa mbak saya bisa beli lagi nanti, ya udah mbak saya duluan. Sekali lagi maaf.”Kata cowok itu,dan berlalu. Tinggal Ria yang masih melongo melihat cowok itu.. setelah sadar dari lamunannya Ria bergabung dengan teman-temannya.
“Kemana aja sih Ya lama banget? Terus kenapa baju loe basah gitu?” Tanya Ardi dengan cemas,dan di tambah dengan teman-temannya.
“Sorry teman-teman tadi aku lagi da masalah dikit, tadi aku sibuk cari kalian ech aku nabrak cowok minumannya tumpah ke bajuku.” Jawab Ria.
“Ya syukur dech loe nggak apa-apa.” Tambah Clara.
“Hemzz tau nggak? Cowok yang aku tabrak tadi ganteng banget. Gila ganteng banget.” Kata Ria histeris.
“Memangnya siapa? kamu dah kenalan?” Tanya Ardi,dengan menahan rasa cemburu.
“Belum sih nggak sempat,ya semoga aja aku bisa ketemu lagi sama dia.”Jawab Ria.
***

Bel tanda usai pelajaran berbunyi. Ria masih sibuk membereskan buku-bukunya,sedangkan Ardi,Clara,Syifa dan Aji menunggu Ria di depan pintu.
“Cepetan donk Ya,katanya mau beli novel terbaru,keburu habis di sikat pembeli ni.” Teriak Syifa.
“Iya...bawel banget sih.” Jawab Ria dengan berteriak juga.

Selesai membereskan buku-bukunya,Ria langsung di tarik Ardi untuk buru-buru ketoko buku. Sesampainya di toko buku, Ria and friend langsung memasuki toko buku itu dan langsung menuju rak dimana buku yang mereka cari di pajangkan. Syifa,Clara dan Ria sibuk mencari novel-novel yang mereka suka,sedangkan Aji dan Ardi sibuk mencari komik.Ria menemukan novel yang ia suka dan ingin membelinya. Karena tidak menyadari kalau ada cowok di belakangnya yang juga ingin membelikan novel untuk sang adik. Saat Ria berbalik ingin menuju kasir untuk membayar novel yang di sukainya tiba-tiba......brakkk....Ria dan cowok itu bertabrakan lagi. Dan anehnya Ria malah seneng nabrak cowok itu, karena cowok yang di tabraknya sekarang adalah cowok yang di tabraknya waktu di malll,cowok yang membuat Ria nggak bisa tidur semalaman, dan cowok yang membuat Ria penasaran. Spontan temen-temen Ria menoleh semua,termasuk Ardi yang mulai merasakan hal yang tidak nyaman di hatinya.
“Aduh maaf-maaf.....” Kata Ria dengan membantu cowok itu mengambil bukunya yang jatuh karena di tabrak Ria.
“Ia nggak apa-apa kok. Santai aja.” Jawab cowok itu.
“Wah..kamu?? kita bertemu lagi.maaf ya udah nabrak kamu sampai dua kali?” Kata Ria.
“Och..iya kita bertemu lagi. Hemzz..gak apa-apa kok mungkin aku juga yang salah tadi. Ngomong-ngomong sama sapa kamu kesini?” Kata cowok itu.
“Sama teman-teman. Tu mereka lagi nglihatin kita. Oh iya nama kamu siapa kita belum sempat kenalan kan? Kenalin aku Ria.” Kata Ria memulai perkenalannya.
“Aku Revan. Oh iya sorry ya aku harus buru-buru soalnya di tungguin adhik aku di rumah, boleh minta no Hp kamu? Nanti aku hubungi kamu.” Jawab cowok itu.
Spontan Ria langsung shock sekaligus seneng cowok yang membuat dia nggak bisa tidur semalaman minta no Hpnya. Tanpa basa-basi lagi Ria langsung memberi tahunya. Cowok itu yang ternyata bernama Revan berterima kasih dan pergi sebelum pergi dia sudah berjanji akan menghubungi Ria nanti malam.
Di sisi lain Ardi merasa sangat cemburu melihat Ria dan Revan,tapi Ardi berusaha menyembunyikan perasaannya ini walau sebenarnya ingin sekali dia bertanya pada Ria,siapa cowok itu dan apa hubungannya dengan Ria. Ardi ingin bertanya sekarang,tapi dia rasa belum waktu yang tepat,karena suasana hatinya sekarang sedang kalut. Dia tidak ingin amarahnya meledak nanti di depan Ria. Ardi tidak mau itu terjadi. Dia tidak ingin menyakiti Ria.

Ardi,Syifa,Clara dan Aji pulang nebeng mobil Ria karena mereka tadi datang naik taksi mobil mereka di pakek nyokap-nyokap mereka semua. Di sepanjang perjalanan pulang Ardi sedikit beda,dia lebih banyak diam daripada bergurau dengan teman-temannya. Ria dan teman-temannya binggung melihat perubahan sikap Ardi yang tiba-tiba.
“Ar loe kenapa sih kok jadi pendiam gitu,aneh deh?” Tanya Syifa.
“Iya loe kenapa sih?Apa loe tadi lihat Ria kenalan ama cowok tadi loe jadi murung gini? Hahaha.” Ejek Aji.
“Jangan-jangan loe cemburu lihat Ria tadi?” Tambah Clara.
“Apa-apaan sih kalian, ya nggak lah Ria kan sahabat aku,aku seneng dia deket ama cowok.Kenapa harus cemburu?” Kata Ardi bohong.
“Iya bener kata Ardi,nggak mungkin lah Ardi cemburu.” Tambah Ria. Sedangkan Aji,Syifa dan Clara tersenyum dan saling berpandangan.
Malam harinya, di kamar,Ria menunggu telvon dari Revan. Setelah beberapa saat menunggu,akhirnya Revan telvon juga. Mereka berbasa-basi sesaat, dan mereka akirnya memutuskan untuk ketemuan keesokan harinya. Dan televon pun putus.
Hari ini Ria dan Revan bertemu di cafe ceria, mereka ngobrol dengan santai,dan beberapa saat saja mereka berdua sudah sangat akrab dan makin dekat.

Malam ini Ardi datang kerumah Ria Ardi nekat ingin mengungkapkan perasaanya kepada Ria,walaupun dia harus mengorbankan persahabatanya. Tok,tok.....terdengar pintu di ketok dan Ria langsung membukanya.
“Ardi....tumben kesini? Wah bawa apa nie? Masuk..!!” Kata Ria.
“Bawa makanan buat kamu pasti laper kan? Lagi bete di rumah jadi kesini aja” Jawab Ardi
“Hemzz donat coklat..enak nich kayaknya..aku makan ya?” Kata Ria senang mendapatkan donat coklat kesukaannya.
“Silahkan..!! Ya aku mau ngomong.. sesuatu.” Ardi memulai berbicara.
“Ngomong aja” Jawab Ria sambil mengunyah donatnya.
“Sebenernyaa........sebenernya aku......
“sebenernya apa Di?”
“Sebenernya aku....aku sa...sa...” Belum sempat Ardi ngomong HP Ria berbunyi dan itu dari Revan. Ardi hanya bisa pasrah..dan karena Ardi udah nggak tahan lagi mendengar Ria dan Revan telvon-telvonnan akhirnya Ardi pamit pulang.
***

Berkali-kali Ria dan Revan jalan bareng, dan suatu hari Revan menyatakan perasaannya kepada Ria di sebuah taman yang sudah di persiapkan Revan sejak awal.
“Ria...aku boleh ngomong sesuatu?” Kata Revan serius.
“Ya boleh lah,ngomong apa?” Jawab Ria serius juga.
“Sbenarnya aku...........aku......aku sayang kamu. Kamu mau nggak jadi pacar aku?” Kata Revan.
“Apa.....? Kamu sayang aku? Beneran?” Jawab Ria dengan tidak percaya tapi di dalam hati dia seneng juga karena sebenarnya inilah yang di tunggu-tunggu Ria.
“Iya aku sayang sama kamu aku cinta kamu. Kamu mau kan jadi pacarku Ria,aku mohon.” Kata Revan dengan berlutut di depan Ria.
Tanpa basa-basi lagi Ria langsung mengangguk. Dan Revan langsung memeluk Ria.

Dirumah Ria langsung menelevon Ardi dan sobat-sobatnya. Dan yang pertama di televonya adalah Ardi.
“Hallo.” Sapa Ardi di seberang.
“Haloo Ardi sahabatku tersayang. Lagi ngapain nich?” Tanya Ria dengan sangat senang.
“Wah tumben kenapa nich? Kayaknya lagi seneng banget, habis dapat undian ya?” Tanya Ardi.
“Hahahaha....hemzzzz Ardi loe harus tau kenapa gue seneng banget hari ini. Langsung aja ya? Hemzz....Gue jadian sama Revan, gila gue seneng banget.” Kata Ria riang.

Degggg.........spontan jantung Ardi berdetak kenyang,dia shock mendengar perkataan Ria tadi. “Ria jadian sama Revan?” Nggak mungkin. Pikir Ardi.
“Hallo Ardi,loe masih di situ kan?” Tanya Ria yang mulai aneh karena Ardi diam saja.
“Ia Ya aku masih di sini kok. Hm selamat ya Ya moga langgeng aja. Aku ikut seneng.”Kata Ardi
“Makasih Ardi kamu emang sahabat aku yang paling baik. Bye Ardi sampai ketemu besok di sekolah ya?” Ria langsung menutup telvon. Tinggal Ardi yang shock mendengar Ria dan Revan jadian.
Ardi termenung dikamarnya di depan jendela dia bersedih karena cintanya kepada Ria bertepuk sebelah tangan. “Ria kenapa kamu nggak lihat aku di sini? Aku sangat mencintaimu, sangat, sangat mencintaimu kenapa kamu pilih Revan? Apa kurangnya aku Ya?” omel Ardi sendiri. Tak terasa air mata Ardi menetes, air mata kesedihan Ardi.

Setahun sudah berlalu Ria dan Ardi sudah lulus SMA dan mereka lama tidak bertemu karena mereka kuliah di fakultas yang berbeda. Ria masih dengan Revan dan Ardi masih sangat mencintai Ria.
5 tahun kemudian Ardi mendapat undangan pernikahan, dan di dalamnya tertulis nama Andria Karine dan Revan Andika betapa kagetnya Ardi membaca nama yang terpampang di undangan itu, Ria sahabatnya yang dicintainya menikah. Ardi bingung apakah dia harus senang ataupun bersedih. Ardi mendatangi pernikahan Ria dan Revan di lihatnya Ria sangat cantik dengan gaun pengantinnya, disampingnya Revan yang sangat tampan dengan jasnya.”Betapa sangat serasinya mereka.” Kata Ardi dalam hati. “Ria,semoga kamu bahagia selamanya. Aku akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu karena aku menyayangimu. Aku rela terluka asalkan kamu bahagia, selamat menempuh hidup baru sahabatku.”

Tamat

BIARKAN AKU YANG PERGI

Malam yang sejuk mengiringi kesepianku. Angin malam turut membelai lembut rambutku. Menemaniku yang tengah sendiri menatap indahnya bumi. Sebagai teman paling setia dikesendirianku dalam ketidakadilan ini.
“Oh Tuhan, kapan semuanya akan berubah?” tanyaku dalam pengharapan.

Tiba-tiba pintu kamarku diketuk dengan cukup pelan.
“pasti bi Imah.” Tebakku
“iya, sebentar!” sahutku sembari berjalan dari serambi kamar.
“Maaf non, waktunya makan malam. Yang lain sudah ngumpul dibawah.” Ucap Bi Imah saat pintu kamarku terbuka.
“ok bi Dera juga udah lapeer banget.” Candaku padanya.
Bi Imah adalah seseorang yang merawatku sejak lahir. Bagiku, ia sudah seperti Ibu kandungku. Dirumahku, hanya Bi Imah yang peduli dengan keadaanku. Disaat aku sakit, hanya ia yang selalu repot menyiapkan obat, hanya ia yang selalu tahu betapa sedihnya aku disaat nilai raportku jauh dari nilai kak Dara. Hanya ia yang tahu betapa aku ingin seperti kak Dara, saudara kembarku.
****
Redo Restu Pratama
“wah ada ayam bakar nih. Heem maknyus” ucapku seraya menduduki kursi favoritku.
“dasar gak sopan…” sindir Ayah padaku.
“makanya, jangan nyerocos aja dong jadi cewek.” Timpal kakakku, Virgo.
“iya Dera, kamu duduk dulu baru ngomong, kan ada Papa sama Mama disini. Jadi sopan dikit Ra.” Tambah Kak Dara.
“iya Dera, betul tuh kata Dara. Contoh dia.” Tambah Ibu lagi.
“ok, aku pergi. Silahkan makan!!” ucapku dengan sinis.
Akupun bergegas naik menuju kamarku tanpa sedikitpun menyentuh makanan disana. Padahal sebenarnya maagku kambuh dan rasanya sangat perih. Tapi lebih perih lagi disaat aku tak pernah mendapatkan kasih sayang dari semua orang yang aku sayangi.
****

Matahari menjelma masuk kedalam kamarku yang pemiliknya masih tertidur lelap. Hingga aku terbangun karena silaunya sinar yang menerpa mataku.
“humh, udah pagi to” ucapku pada diri sendiri,

Aku bergegas mandi dan memakai pakaian sekolahku. Dengan aksesoris biru yang lengkap. Pagi ini, aku tak ingin sarapan. Aku hanya mengunjungi Bi Imah yang ternyata sedang menyiapkan bekal untukku.
“makasih ya Bi, Dera sayang Bibi.” Ucapku dengan tulus padanya
“iya non, Bibi juga sayangg banget sama non Dera, semangat ya Non sekolahnya.” Sahut bi Imah menyemangati.
Setibanya disekolah, aku segera menuju ruangan tempatku ulangan. Jadwal hari ini adalah matematika dan bahasa inggris. Pelajaran menghitung yang sangat menyebalkan untukku. Karena aku tak seperti kak Dara yang jago menghitung. Dugaanku tepat, soal kali ini susahnya minta ampun. Hingga kertas ulanganku hampir tak terisi. Namun kalau bahasa inggris, inilah kehebatanku. Semua soal dapat kukerjakan dengan mudah. Karena sejak kecil aku sudah sangat hebat berbahasa inggris. Seperti Om Frans dan Tante Siska yang semasa di Jakarta sangat menyayangiku jauh lebih besar dari orang tua kandungku. Namun kini mereka telah pindah ke Amerika dengan anaknya, Dimas.
****

Waktu seakan berjalan dengan sungguh cepat, kini saatnya pembagian hasil belajar siswa. Kebetulan, aku dan kak Dera berbeda kelas dan sekolah. Kalau aku masih berada dikelas satu SMA, sedangkan ia sudah berada dikelas dua. Semua terjadi karena aku pernah tak naik kelas sewaktu disekolah dasar. Kalau kak Dara sengaja Papa sekolahkah di sekolah terfavorit di Jakarta, sedangkan aku bersekolah di SMA yang didalamnya hanyalah siswa buangan dari sekolah lain yang tidak menerima kami. Karena nilaiku tak sehebat nilai kak Dara dan Kak Virgo. Mereka memiliki IQ yang jauh lebih tinggi daripada aku.
“Pa, ambilin raport Dera ya.” Pintaku
“Papa sudah janji sama Dara kalau Papa yang akan mengambilkan raportnya. Kalian kan beda sekolah.” Jawab Ayahku.
“Ma, ambilin raport Dera ya!” pintaku lagi pada Mama.
“Mama udah janji sama Virgo ngambilib raportnya, dia kan sudah kelas tiga jadi harus diwakilin.” Jawab Mama.
“oh gitu ya.” Balasku dengan kecewa.

Aku hanya bisa menangis sendirian didalam kamar. Tidak ada satu orangpun yang mau mengambilkan raportku. Jalan terakhir adalah Bi Imah. Dan tentu saja ia sangat mau mengambilkan raportku.
“Gimana bi hasilnya?” tanyaku dengan penasaran
“Non Dera juara 1 non.” Ucap bi Imah dengan semangat.
“hah? Beneran bi?” sahutku tak kalah semangat.
Ternyata usahaku tak sia-sia, akhirnya aku bisa menyamai prestasi kak Dara.
****

Setibanya dirumah, semua orang yang sedang tertawa ria melihat hasil belajar kak Dara dan kak Virgo menjadi terdiam disaat kedatanganku dan Bi Imah.
“gimana hasilnya Ra?, pasti jelek.” Ucap kak Virgo menyindirku.
“gak ko, aku juara 1.” Ucapku dengan semangat.
“ah, juara 1 disekolahmu pasti juara terakhir dikelas Dara.” Ledek Ayah padaku.

Aku kecewa, benar-benar kecewa karena semua prestasi yang kuraih tak penah dihargai sama sekali. Dengan kecewa aku berlari menuju kamarku, kuratapi semua ketidakadilan ini. Aku tidak keluar kamar selama dua haripun tak ada yang peduli. Semua orang dirumah hanya sibuk dengan pekerjaannya masing-masing, tak terkecuali Bi Imah yang hampir setiap jam membujukku untuk keluar. Maagku kambuh, rasanya teramat perih dari yang biasanya.
“oh Tuhan, kuatkan aku!” pintaku

Dihari ketiga aksi diamku dikamar, tiba-tiba rumahku terdengar sebuah suara yang sangat kukenal. Ternyata hari ini, keluarga Om Frans sudah tiba di Jakarta untuk berlibur bersama keluarga kami.
“Dimas? Aku merindukanmu.” Ucapku dengan tertunduk lesu dikamar.
Aku keluar kamar untuk menemuinya, namun ternyata ia sudah berubah dan tak peduli lagi padaku. Semuanya benar-benar berubah, dan kini janjinya ia ingkari untuk menemuiku. Penantianku sia-sia, semua orang telah membenciku dan menjauhiku. Aku sendirian dirumah, bi Imah pulang kekampung karena anaknya sakit. Sedangkan yang lain sedang makan malam dihotel. Dan aku? Tertinggal disini.
****

Aku hanya makan dan terus memasukkan roti berselai srikaya kemulutku. Sedangkan yang lain asyik berbincang-bincang dengan topic kak Dara dan Dimas. Yang aku tahu, mereka terus membanggakan dua orang yang berprestasi tersebut. Hingga Om Frans dan Tante Siska juga turut berubah padaku. Semua orang mengucilkanku disini. Sesudah sarapan pagiku habis, aku segera pamit menuju taman belakang yang ternyata disana ada kak Dara dan seseorang yang sangat aku sayangi, kak Dimas. Disana, aku sedang melihatnya memberikan setangkai mawar pada kak Dara. Ternyata mereka sudah jadian dan aku tahu, bahwa kak Dimas telah melupakanku.
****

Akhirnya, hari yang telah lama kunantikan tiba juga. Hari ini, pertandingan karateku akan berlangsung. Namun sayang, semua orang yang kusayang tak ada yang mau hadir disini. Semuanya memilih hadir dilomba kak Dara, olimoiade sains. Walau sedikit kecewa, akan kubuktikan bahwa aku adalah Dera yang hebat. Keinginanku terwujud, aku menang dan meraih juara satu dipertandingan karate nasional yang diadakan di Jakarta.
“kita panggil, juara nasional karate tahun ini. Alderaya Zivanna dari Jakarta.” Panggil pembawa acara.
Dengan diiringi tepuk tangan meriah, ku naiki podium kebesaranku, dan kurasakan aku sangat dihargai disini.
****

Setibanya dirumah, kuletakkan foto keberhasilanku diruang tamu, namun disaat kedatangan kak Dara dan yang lainnya, kulihat kemurungan disana. Dan setelah melihat foto keberhasilanku, kak Dara malah menangis dan berlari menuju kamarnya.
“kamu sengaja meledek Dara?” Tanya Papa dengan sinis.
“gak pa! maksud Papa apa sih?” tanyaku tak mengerti.
“Dara kalah sedangkan kamu menyombongkan diri dengan memajang fotomu diruang ini. kamu tahu kan bahwa diruang ini hanya foto-foto keberhasilan Dara yang boleh menempatinya.” Jawab Papa yang membuatku sangat kecewa.
“Lepas Fotomu!” ucap Mama dengan agak ketus padaku.

Kulepas foto yang sangat aku harapkan menjadi penghubung agar keluargaku menyanjungku. Sebuah harapan yang sejak dulu selalu ku inginkan. Karena aku selalu iri disetiap kak Dara dipuji dan disanjung oleh papa dan mama, serta semua tamu yang pernah berkunjung kerumahku. Sekarang pertanyaan terbesarku adalah,
“apakah aku anak kandungmu Ma? Pa?”
Pertanyaan yang tak pernah terjawab oleh lisan, namun terjawab oleh perbuatan mereka padaku. Seorang anak yang selalu tersingkirkan oleh ketidakadilan.
****

Hari demi hari terus berganti, dan semenjak itu pula kak Dara menjadi seseorang yang terpuruk. Aku bisa merasakan perasaannya yang tertekan karena ia kalah diolimpiade. Yang kutahu, saudara kembarku ini terlihat lemah dari yang biasanya.
“Udahlah kak, gak ada gunanya ditangisin terus.” Ucapku menyemangati.
“udahlah Ra, kamu senang kan ngeliat aku kaya gini? Kamu senang kan ngeliat aku kalah?” jawabnya dengan menangis.
“gak ka, gak. Aku gak pernah ada niatan kaya gitu.” Sahutku.
“udahlah, pergi kamu dari kamarku, pergi…” ucapnya terpotong karena akhirnya ia terjatuh tepat didepanku.
“Pa, Ma, tolong kak Dara. Kak Dara pingsan Pa!” beritahuku
“apa? Kamu apain sih dia?” Tanya Papa sinis padaku.
“aku, aku gak ada ngapa-ngapain dia pa.” sahutku dengan menyembunyikan kesakitanku.
“pasti penyakitnya kambuh lagi pa, ayo cepat kita bawa kerumah sakit.” Ucapku pada Papa.
****

Hari ini tepat seminggu sebelum ulang tahunku dengan kak Dara. Aku takut kehilangannya, saudara kembarku yang sangat aku sayangi. Dokter bilang bahwa ginjalnya sudah benar-benar rusak. Yang aku tahu, kini ginjalnya hanya satu setelah setahun yang lalu satu ginjalnya sudah diangkat. Sedangkan aku masih mempunyai dua ginjal.
“hanya saudara kembarnya yang ginjalnya cocok dengan Dara. Jadi usahakan dengan secepat mungkin diadakan pencangkokan ginjal Pak” beritahu dokter pada Papa.

Setelah itu, aku menjadi sasaran semua orang yang menyayangi kak Dara. Semuanya memintaku untuk mendonorkan satu ginjalku padanya. Niatku memang sudah bulat bahwa aku akan mendonorkan kedua ginjalku pada kak Dara, tapi aku tak ingin ada yang tahu semuanya. Karena aku tidak mau mereka akan menyayangiku karena bersimpati denganku yang telah memberikan satu ginjal pada saudaraku. Aku hanya ingin kasih sayang tulus dari mereka, entahlah bagaimana caranya agar aku mendapatkannya.
“ah sudahlah Dera, kamu memang saudara yang kejam. Hanya menyumbangkan satu ginjal saja tidak mau. Untunglah ada seseorang yang baik hati yang mau menyumbangkannya pada Dara.” Ucap Papa
“aku kecewa sama kamu Dera, tega ya kamu sama kakak kamu sendiri.” Ucap Dimas dengan kecewa padaku.
“siapa yang mendonorkan ginjalnya Pa?” Tanya kak Virgo.
“entahlah, pendonor itu tidak mau diberitahu namanya. Bahkan ia memberikan dua ginjalnya dengan gratis pada Dara. Dia benar-benar berhati malaikat.” Jawab papa.
“andaikan kalian tahu kalau itu aku? Apakah aku akan diberi penghargaan dari Papa?” gumamku dalam hati.
****

Beberapa jam sebelum operasi pencangkokan dilakukan, aku menulis sebuah surat untuk semua orang yang aku sayangi. Entahlah, aku merasa akan meninggalkan mereka semua. Rasanya, aku sudah sangat lelah dengan hidupku sendiri. Sesudah selesai ku tulis, surat itu kutitipkan pada Bi Imah. Akupun berangkat menuju rumah sakit untuk segera menjalani operasi.

@ ruang operasi
Ruang ini tersasa begitu menakutkan. Semua benda yang kulihat hanyalah jarum suntik dan gunting. Alat-alat yang terlihat menakutkan bagiku. Aku dibawa lebih dulu keruang ini, agar tidak ada yang tahu siapa aku sebenarnya. Posisiku dan kak Dara dipisahkan oleh dinding pembatas. Hingga akhirnya aku dibius, dan kurasakan semuanya gelap.
****

Seminggu kemudian. . . .
“akhirnya kamu sembuh juga sayang. Mama khawatir banget sama kamu sejak kamu dioperasi. Untung ada pendonor itu.” Ucap Mamanya dengan penuh kasih sayang.
“Dan Happy Brithday Dara…” ucap semua orang serentak
“Makasih ya semuanya. Aku senanggg banget. Oya, Dera mana ya Ma? Gak tau kenapa Dara kepikiran dia terus. Hari ini kan ulang tahun kami” Sahut Dara.
“iya ya? Mana dia Bi?” Tanya Ibunya pada Bi Imah
“Sebentar nyonya.” Jawab Bi Imah dengan berlari menuju kamar Dara.

Dan beberapa menit kemudian sudah tiba dengan membawa sepucuk surat.
“ini surat dari Non Dera sebelum pergi.” Beritahu Bi Imah.
Walau agak heran, Ibunya pun membacanya dengan agak keras.
Untuk semua orang yang sangaaat Dera sayang
Mungkin saat kalian baca surat ini Dera gak ada lagi disini. Dera udah pergi ketempat yang saangaat jaauh. Oya, gimana kabar kak Dara? Gak sakit lagi kan? Semoga ginjalku dapat membantumu untuk meraih semua mimpi-mimpimu yang belum terwujud.

Teruntuk PAPA yang SANGAT KURINDUKAN
Gimana Pa? rumah kita udah tenang belum? Gak ada yang gak sopan lagi kan? Oh pasti gak ada dong ya? Ya iyalah, Dera si pembuat onar kan udah gak ada.

Teruntuk MAMA yang SANGAT-SANGAT KU RINDUKAN
Ma, Dera pasti akan sangat rindu dengan teddy bear pemberian Mama lima tahun yang lalu. Ma, Dera kangeeen banget pelukan Mama. Dera selalu iri saat Mama hanya mencium kak Dara disaat ia tidur. Dera iri melihat Mama yang selalu menyemangati kak Dara disaat ia sedang sedih. Dera iri dengan semua perhatian yang Mama berikan pada kak Virgo dan kak Dara. Dera sangaat iri.

Teruntuk KAK VIRGO dan saudara kembarku, DARA
Gimana kak, gak ada lagi kan yang ganggu kalian belajar? Gak ada lagi kan yang nyetel music keras-keras dikamar? Pasti rumah kita tenang ya, pastinya gak akan ada lagi yang akan membuat kalian malu karena punya saudara yang bodoh bukan? Oh, pastinya. Oya, SELAMAT ULANG TAHUN YA KAK, SELAMAT MENJALANI UMURMU YANG KE-17 TAHUN. Yang mungkin takkan pernah aku rasakan.

Kalian semua harus tau, betapa AKU SANGAT MENYAYANGI KALIAN. Mungkin dengan kepergianku, smeuanya akan tenang dan rumah kita menjadi tentram. Dera harap, gak aka ada lagi yang terkucilkan seperti Dera. Yang selalu menangis setiap malam. Yang selalu merindukan hangatnya kekeluargaan. Mungkin dengan kepergian ini, aku akan tahu bagaimana kalian akan mengenangku, seperti akuyang selalu mengenang kalian setiap malam dengan tangisan. . . Semoga KALIAN SEMUA BAHAGIA TANPA DERA, AAMIIN.
Salam rindu penuh tangis bahagia

Alderaya Zivanna
Semua yang mendengar menangis. Mereka bertanya-tanya pada Bi Imah dimana Dera. Namun tiba-tiba telepon rumah berbunyi..
“iya, saya Hermawan, ada apa ya?” Tanya Papanya dengan penasaran.

Dan sesaat kemudian Papanya menangis dan segera mengajak anggota keluarganya ke Rumah sakit. Dan mereka terlambat, Dera telah pergi untuk selama-lamanya. Dan menginggalkan berjuta penyesalan disetiap tangis yang jatuh. Kini, ia telah tenang dan jauh dari ketidakadilan selama hidupnya. Walau air mata tengah menangisinya yang telah pergi untuk selama-lamanya. . .
The End